Selasa, 14 Februari 2012

PROFIL simon semuel larwuy

SIMON SEMUEL LARWUY

Provinsi Maluku dengan ibu kota Ambon, dekat pesisir pantai, adalah tempat tinggal seorang yang bernama Simon Semuel larwuy. Ia lahir pada tanggal 8 Januari 1984. Ia adalah seorang laki-laki yang berdarah Papua (dilihat dari garis keturunan). Orangtuanya beragama Kristen Protestan dan otomatis ia juga beragama Kristen Protestan. Simon adalah anak keenam dari tujuh bersaudara. Singkatnya ketika ia mncapai usia lima tahun, berita buruk terdengar olehnya dimana ia harus meninggalkan kedua orang tuanya (ayah yang bernama Hizkia Larwuy, dan ibu yang bernama Agustina). Tapi hal itu tidak bisa ia tolak, ia harus tetap menerima kenyataan itu. Usia lima tahun setengah, ia disekolahkan oleh kakeknya yang bernama Filemon. Beliau adalah seorang yang keras dalam mendidik anak. Selain keras dalam mendidik anak, beliau juga jarang sekali untuk memberi perhatian yang cukup kepada anak. Hal inilah yang dialami oleh Simon.
Pada tahun 1989 ia disekolahkan oleh kakeknya di sebuah sekolah yang bernama SD Negeri Saumlaki. Dalam menjalani studinya ia selalu belajar keras dan rajin untuk menngerjakan tugas-tuga. Walaupun tidak ada suport atau dorongan dan perhatian dari kakeknya, ia tetap semangat dan rajin belajar. Selama ia sekolah dasar, ia selalu menadapatkan niali-nilai yang sangat bagus dibandingkan semua teman-temannya. Hidup bersama seorang kakek yang keras tanpa didampingi oleh kedua orangtuanya merupakan kehidupan yang sangat sulit bagi Simon. Tapi lagi-lagi ia tidak putus asa, ia tetap menjalani hidupnya dengan baik.
Setelah menyelesaikan studinya di sekolah dasar, ia langsung melanjutkan studinya di SMP Negeri 1 Saumlaki tepatnya pada tahun 1995. Sepanjang sekolah ia berinisyatif untuk tidak bergantung atau mengandalkan kakenya. Ia mulai berusaha untuk mencari pekerjaan di luar jam sekolah. Tapi usaha ini tidaklah cukup untuk memuaskan hatinya, karena waktu untuk bekerja hanya sedikit berhubung karena jarak sekolah ke rumahnya cukup jauh dan ia harus ke sekolah dengan jalan kaki, begitu juga untuk pulangnya. Jadi waktu untuk bekerja tidak mencukupi. Akhirnya ia harus tetap menghadapi semua itu dengan baik. Simon adalah seorang anak yang pandai di dalam kelas. Selama ia di SMP ia juga selalu mendapatkan nilai yang bagus dibandingkan teman-temannya.
Pada tahun 2000, ia melanjutkan studinya di SMA Negeri 3 Merauke. Di usianya yang sudah remaja ini, ia mulai sadar akan situasinya yang sangat “memprihatinkan”, tapi ia tetap berusaha untuk tidak memikirkan hal itu. Setelah ia memasuki SMA ini, ia diserang penyakit Malaria. Ia menderita penyakit in selama enam bulan. Hal ini yang menjadi penghambatnyan untuk tidak sekolah. Dan akhirnya ia harus mengulang dari tahun yang akan dating (tahun 2001). Karena ia sakit, akhirnya iapun dibawa kepada kedua orangtuanya. Di sana ia diurus oleh kedua orang tuanya.
Secara manusia, dapat dirasakan bagaimana kebahagiaan Simon ketika ia berjumpah dengan orangtuanya. Namun hal itu tidaklah menjadi penolong baginya, justru ia menjadi depresi, karena selama ia tiggal bersama dengan kakeknya yang begitu keras, ia langsung diperhadapkan dengan orangtuanya yang begitu mengasihi dan perhatian kepada Simon. Peralihan situasi ini menjadi suatu tekanan yang lebih buruk lagi bagi Simon. Karena situasi seperti ini, ia ingin mencoba bunuh diri, dengan memakan sabun mandi. Akan tetapi ketika ia memakan sabun tersebut, ia merasakan sabun itu seperti “rasa pedas” dan akhirnya ia bermain tiup-tiup sabun. Setelah itu, beberapa lama kemudian, ia mencoba untuk bunuh diri lagi. Ia membeli minuman sprite dan dicampur dengan obat bodrex dua butir ditambah dengan memakan baygon baker dua lingkar. Namun hal itu tidak membuat Simon mati sakitpun tidak dirasakan olehnya. Dengan situasi seperti ini, ia harus tetap menghadapinya dengan baik.
Tahun 2002, akhirnya ia melanjutkan sekolahnya di SMU Negeri 3 Merauke. Ia sekolah dengan baik dan ia juga selalu mendapatkan prestasi yang baik. Selain sekolah ia juga sering mengikuti organisasi-organisasi seperti organisasai Pramuka. Simon selalu diandalkan dalam mengikuti perlombaan seperti cerdas tangkas dan lain sebagainya. Hal inilah yang membuat Simon merasa bahwa dirinya sangat berharga dan berghuna. Selain belajar, Simon juga bekerja dengan keras untuk membantu orangtuanya mencari nafkah. Akhirnya Simon harus bekerja sebagai kuli bangunan elama di luar jam sekolah. Ia juga pernah menjadi seorang pemulung hanya untuk membantu orangtuanya. Ia tidak mau melihat orangtuanya susah karena dia. Karena itulah ia berusaha untuk menjadi anak yang tidak mau menyusahkan orangtua. Dan perlu juga diketahui bahwa motto atau prinsip hidupnya adalah “hidup dengan apa yang ada pada kita”. Inilah yang menjadi satu motivasi untuk dia untuk terus menerus menjalani hidup dengan ucapan syukur.
Tepat kelas tiga SMA, ia diundang oleh seorang teman sekelasnya untuk mengikuti kebaktian penyegaran rohani (KPR). Setelah mengikuti kebaktian ini selama beberapa bulan, akhirnya ia mengambil keputusan untuk bbertobat. Ia berkomitmen untuk meninggalkan semua kalakuannya yang selama ini menurut Alkitab salah. Ia semakin giat mengikuti ibadah setiap minggunya. Kalau selama ini hidupnya jauh dari Tuhan, sekarang ia sudah dekat dengan Tuhan. Ia selalu menjaga relasinya dengan Tuhan supaya tetap terjalin dengan baik. Setiap pagi ia bangun dan memulai aktivitas dengan membaca atau merenungkan Firman Tuhan, berdoa, dan mengevaluasi kalakuannya atau sikapnya selama ini.
Akhirnya, ketika ia lulus ujian nasional dan ujian akhir sekolah, ia berokmitmen untuk menjadi seorang pendeta. Ia melanjutkan studinya kejenjang yang lebih tinggi lagi. Simon masuk ke STAKPEN (sekolah tinggi agama Kristen protestan Negeri). Akan tetapi, pembentukan ini hanya berjalan selama satu semester, karena ia tidak memiliki sponsor. Akhirnya ia harus mencari pekerjaan untuk mengisi waktunya yang kosong tersebut. Selama ia bekerja, ia juga berdoa supaya dapat melanjutkan perkuliahan dengan baik. Akhirnya doa yang begitu serius dinaikkan Simon dikabulkan oleh Tuhan. Simon menerima tawaran dari saudarnya untuk sekolah di STT Providensia Batu-Malang pada tahun 2009. Dengan senang hati, Simon menerima tawaran tersebut. Ia mendapat sponsor dari sekolah itu sendiri dan hal in membuat saudara Simon sangat bersyukur untuk pemeliharaan Tuhan atas hidupnya.
Dua tahun sudah ia mengikuti perkuliahan di STTP dengan baik. Walaupun kadang-kadang banyak masalah atau pergumulan yang harus ia hadapi (seperti uang saku yang tidak ada), ia tetap setia untuk mengikuti panggilan Tuhan dalam hidupnya. Ia yakin bahwa ketika Tuhan memanggil dia, Tuhan akan tetap memelihara kehidupannya. Dan saat ini. Saudara Simon masih ada di STT Providensia. Ia masih tetap setia dan semangat dalam mengikuti perkuliahan dan panggilan Tuhan.